Alasan Kenapa Umat Hindu Tidak Memakan Dading Sapi

Setiap agama apapun itu tentunya mengajarkan kebaikan. Namun dalam pelaksanaannya tentang hal yang boleh dan tidak boleh tentunya berbeda. Seperti Islam yang mengharamkan babi, umat Hindu tidak memakan daging sapi. Kadang banyak orang non-Hindu atau orang-orang daerah lain atau negara lain yang bertanya mengapa umat Hindu tidak makan daging sapi.

Berdasarkan peradaban Veda sapi adalah binatang yang sangat di sakralkan. Diuraikan bahwa sapi merupakan lambang dari ibu pertiwi yang memberikan kesejahteraan kepada semua makhluk hidup di bumi ini. Karena itulah para umat manusia diajarkan untuk tidak menyemblih dan memakan daging sapi.

Selain mempunyai manfaat di dalam kehidupan rohani, sapi juga memelihara kita di dalam kehidupan material kita seperti misalnya dengan memberikan susu sapi dan berbagai produk susu. Sapi juga membantu para petani di dalam berbagai hal.

Sapi jantan di gunakan untuk membajak dan kotoran sapi digunakan untuk pupuk. Ada beberapa penjelasan yang menjadi dasar mengapa orang Hindu tidak memakan daging sapi, yang pasti konsep utamanya adalah karena orang-orang Hindu menganggap sapi sebagai hewan yang mulia dan suci.

Karena Bali bukan duplikasi India. Perlindungan atau penghormatan kepada sapi lebih mewakili etos budaya Asia selatan daripada tradisi Hindu ortodoks. Umat Hindu atau India menghormati sapi bukan karena alasan sapi sebagai tunggangan Bhaṭāra Śiva atau hewan yang sangat dicintai Śrī Kṛṣṇa di Vṛndāvana, Di garis besarkan bukan Sapi dipandang sangat mulia karena peran yang mereka mainkan dalam ekonomi agraria.

Hindu Bali pun sangat menjunjung peran sapi dan benteng sebagai hewan kurban. Namun jika teman-teman berkunjung ke Bali kemudian mungkin melihat banyak sapi di pinggir jalan atau di lahan-lahan kosong, motivasi warga Bali membiarkan sapi-sapi itu bebas bukan untuk melindungi komunitas sapi tersebut. Melainkan sapi-sapi itu digunakan sebagai saham dan investasi asli dan merupakan alat tukar masyarakat Bali sebelum mengenal yang namanya “uang”.

dengan kata lain sapi-sapi di Bali diperjual-belikan untuk dimanfaatkan dagingnya sebagai makanan alih-alih kita mengkeramatkannya. Sapi-sapi di Bali bukanlah sapi perah seperti yang orang India lakukan kepada komunitas sapi sebagai sumber penyedia susu atau sumber kehidupan (sapi sebagai ibu pengganti umat manusia).

Pemandangan Hindu Bali ini telah menyimpang dari Veda

Semua Dharmaśāstra (hukum-hukum Hindu) menyatakan bahwa membunuh sapi dilarang keras KECUALI untuk tiga alasan:

  1. Untuk Yajña (kurban suci)
  2. Upacara Śrāddha (penghormatan kepada leluhur)
  3. Dan untuk menghormati tamu.

Tiga alasan ini termuat sangat jelas dalam dua ayat dari Viṣṇu Dharmaśāstra (51.64–65). Untuk alasan no. 1 dan 2, Hindu Bali mengkurbankan sapi dan benteng sebagai hewan kurban dalam upacara-upacara besar, ini tidaklah salah, karena di dalam Veda sapi dikurbankan dalam upacara disebut go-medha dan benteng dalam upacara yang disebut śula-gava.

Sedangkan di dalam Mānava-Dharmaśāstra (11.60–67) berpendapat bahwa membunuh sapi atau mencuri sapi adalah Upa-pātaka, suatu pelanggaran kecil yang menyebabkan hilangnya kualitas diri. Bahkan meminum alkohol justru berkategori Mahā-pataka oleh seorang dvija, adalah salah satu dosa paling keji.

Yajñāvalkya (13.13–20) setuju dengan pendapat Mānava-Dharmaśāstra bahwa membunuh sapi atau menculik sapi adalah pelanggaran kecil. Perbuatan memperlakukan sapi seperti itu sama dengan menebang pohon atau mencabut rumput-rumput, atau membiarkan seorang adik menikah mendahului kakaknya.

 

Exit mobile version