Batik Bomba adalah kerajinan tangan yang berasal dari suku Kaili, salah satu suku adat yang mendiami wilayah Kota Palu. Kata bomba sendiri berasal dari bahasa Minahasa yang dimaknai sebagai keterbukaan atau kebersamaan, dua nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Palu. Sejarah munculnya motif bunga Bomba adalah seorang Langganunu perempuan bernama Putri Manukaluli, seorang Langganunu perempuan dari Boya Peramba Tavaeli. Motif ini pada awalnya di mulai dari kulit kain kayu yang biasa di sebut orang Kaili dengan sebutan Ivo atau kayu Ivo. Mulai dari kulit kain kayu, hingga sutera dan kain sarung Bomba. Setelah terbentuk Patanggota di kerajaan Tavaeli kemudian di ciptakan lagi motif Bomba kota. Sulawesi tengah memiliki kekayaan kain tradisional berupa tenun donggala yang terletak di kabupaten donggala. Namun sejak tahun 2008, di kota palu mulai di kembangkan kain tradisional berupa kain batik dan di gerakan pada agustus 2008. Saat itu dewan kerajinan nasional (dekranasda) sulteng, berinisiatif untuk mengembangkan potensi batik sulteng dengan cara mengambil seorang instruktur dan pekalongan yang kemudian melatih beberapa pemuda putus sekolah, untuk diajarkan terknologi membakit modern seperti yang telah dilakukan masyarakat pembatik pekalongan. Dari tangan trampil mereka itulah motif bomba berkembang.
Corak motif terdapat di batik bomba
Keragaman itu kelihatan pada berbagai corak ragam yang dapat di sebutkan Berdasarkan Teknik pembuatan dan corak khas motif kriyawastra masyarakat kaili di Lembah Palu Sulawes Tengah yaitu, Timbavo, Bulelenga, Sisuru Tene, Pula Nakoto, Katupa, Bungamputi, Vumbu Nu Banua, Polagia, Tavanggadue, Gabe, Bingka, Bako-bako, Opa Lambori, Tavanggapa, Kavari, Tagambe, Bulelenga, Mbetue, Taiganja, Barubangga, Paku, Poindokapa, Pajananga, Olu Nu Ranted an Sabe. Pusat penelitian Universitas Tadulako menemukan corak dan Motif Baju kaili di Negeri Belanda yang di Inventarisir oleh KITLV Belanda sebanyak 30 motif
Proses pembuatan batik bomba
Proses pembuatan batik Bomba tidak banyak berubah sejak dahulu. Dengan menggunakan kain sutra pilihan, batik ditenun menggunakan alat tenun tradisional. Untuk menggambarkan corak atau motifnya, tinta yang digunakan pun adalah pewarna alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Sementara itu, alat-alat membatik seperti canting dan cetakan kayu juga digunakan dalam proses pembuatan batik khas Palu ini. Kain batik biasanya dihias dengan berbagai bentuk motif yang menggambarkan kebudayaan Kota Palu, Donggala, dan Provinsi Sulawesi Tengah pada umumnya. Motif batik Bomba yang banyak dibuat meliputi motif bunga cengkih, rumah adat souraja, burung maleo, rumah adat Kalli, lekatu, serta motif sambulugana yang merupakan perpaduan tumbuhan pinang dan sirih. Batik Bomba kerap digunakan sebagai simbolis dalam berbagai perayaan dan upacara adat, termasuk dalam acara pernikahan. Batik Bomba dengan motif sambulugana, misalnya, biasa digunakan sebagai persembahan simbolis untuk meminang pengantin wanita.
Usaha membatik di kota palu masih terbilang baru, sehingga semua bahan-bahan pewarna maupun kain harus dipesan dari pulau jawa. Jenis kainnya masih diambil dari pekalongan seperti jenis kain dobi, primis cap kereta dan simbors. Untuk kain batik masih terkendala dengan waktu pengiriman. Barang yang dipesan biasanya baru sampai di tujuan dua hingga tiga pecan. Meski begitu, hal itu tidak menjadi hambatan yang berarti pengrajin. Jika pemerinta memberi apresiasi dengan mewajibkan para pegawai untuk memakai produk lokal.
Sulawesi tengah, dengan kekayaan dan destinasinya juga memiliki ragam batik khas yang sangat cocok untuk menjadi oleh-oleh atau tanda mata. Batik bomba mudah di temukan di kota palu. Batik ini hampir mewarnai tiap pusat pertokoan oleh-oleh di kota palu ini, tradisi batik dan tenun bomba sudah ada jaman dahulu, bahkan sebelum kota palu dimekarkan dari kabupaten donggala. Makanya, batik bomba menjadi salah satu kerajinan tangan donggala.