Inilah Alasan Mengapa Agama Kejawen Tidak Di Resmikan Oleh Pemerintah Indonesia

Dalam republik Indonesia hanya ada 6 agama yang resmi di akui oleh pemerintah yaitu, islam, Kristen, katholik, hindu, budha dan konghucu. Indonesia sejak masih dikenal dengan nama nusantara ternyata masih ternyata memiliki banyak kepercayaan atau aliran yang di percaya sebagai ajaran zaman nenek moyang. Dan sampai saat ini pun kepercayaan-kepercayaan peninggalan leluhur itu masih dipercaya oleh sebagian kecil masyarakat di berbagai daerah. Namun tahukan kamu ada beberapa agama di Indonesia yang mengalir hingga kini namun tidak di resmikan dan tidak  di  akui oleh pemerintah Indonesia, salah satunya ialah agama kejawen karena beberapa sebab dan alasan tertentu.

Kejawen merupakan kepercayaan dari sebuah etnis yang berada di Pulau Jawa. Filsafat Kejawen didasari pada ajaran agama yang dianut oleh filsuf dari Jawa. Walaupun Kejawen merupakan kepercayaan, sebenarnya Kejawen bukanlah sebuah agama.

Sebagian besar Masyarakat Jawa sendiri terkadang mengklaim bahwa ini bukanlah agama akan tetapi hanya warisan leluhur untuk menpertahankan tradisi layaknya rukun-rukun dalam agama Islam. Pada intinya kepercayaan Kejawen mewajibkan penganutnya untuk berperilaku dan hidup sebagai pribumi Jawa yang wajib menaati perintah – Nya dan menjauhi laragan- Nya dengan selalu berbuat baik di dunia dan menghormati roh-roh leluhur.

READ  Baca Deh Kalimat Motivasi ini, Barangkali Kamu Butuh!

Selain itu kepercayaan Kejawen ini memiliki empat hal yang wajib dilakukan dan ditanamkan dalam hati penganutnya, yaitu

  1. Selama hidup manusia harus menjadi rahmat bagi diri sendiri (Mamayu Hayuning Pribadhi),
  2. Menjadi rahmat bagi keluarga (Mamayu Hayuning Kaluwarga),
  3. Menjadikan manusia sebagai rahmat bagi sesama manusia (Mamayu Hayuning Sasama),
  4. Dan yang terakhir menjadi rahmat bagi alam semesta (Mamayu Hayuning Bhuwana). Meski ajaran

Agama Kejawen ini identik dengan agama Islam, namun tradisi mereka juga banyak dipengaruhi dari Agama Hindu, Buddha dan Ilmu Kebatinan.

Dari naskah-naskah kuno Kejawen, tampak betapa Kejawen lebih berupa seni, budaya, tradisi, sikap, ritual, dan filosofi orang-orang Jawa. Yang mana, itu tidak terlepas dari spiritualitas suku Jawa.

Budaya Kejawen muncul sebagai bentuk proses perpaduan dari beberapa paham atau aliran agama pendatang dan kepercayaan asli masyarakat Jawa. Sebelum Budha, Kristen, Hindu, dan Islam masuk ke Pulau Jawa, kepercayaan asli yang dianut masyarakat Jawa adalah animisme dan dinamisme, atau perdukunan.

Orang-orang Jawa yang percaya dengan Kejawen relatif taat dengan agamanya. Di mana, mereka tetap melaksanakan perintah agama dan menjauhi larangan dari agamanya. Caranya, dengan menjaga diri sebagai orang pribumi. Pada dasarnya, ajaran filsafat Kejawen memang mendorong manusia untuk tetap taat dengan Tuhannya.

READ  Mengenal Budaya Harakiri di Negeri Sakura Jepang

Sejak dahulu kala, orang Jawa memang dikenal mengakui keesaan Tuhan. Itulah menjadi inti dari ajaran Kejawen sendiri, yakni yang dikenal dengan ‘Sangkan Paraning Dumadhi’,  atau memiliki arti ‘dari mana datang dan kembalinya hamba Tuhan’.

Aliran filsafat kejawen biasanya berkembang seiring dengan agama yang dianut pengikutnya. Sehingga kemudian dikenal terminologi Islam Kejawen, Hindu Kejawen, Budha Kejawen, dan Kristen Kejawen. Di mana pengikut masing-masing aliran itu akan tetap melaksanakan adat dan budaya Kejawen yang  tidak bertentangan dengan agama yang dipeluknya.

Secara umum, Kejawen sendiri merupakan sebuah kebudayaan yang mempunyai ajaran utama yakni membangun tata krama atau aturan dalam berkehidupan yang baik. Kini Kejawen telah banyak ditinggalkan, dan untuk sebagian orang bahkan dianggap representasi dari kekunoan.

Tetapi kenyataannya, masih banyak juga masyarakat Jawa yang menjalankan tradisi-tradisi hingga saat ini. Sebut saja ritual nyadran, mitoni, tedhak siten, dan wetonan. Nyadran merupakan upacara yang dilakukan orang Jawa sebelum Puasa tiba. Wujudnya, melakukan berziarah ke makam-makam dan menabur bunga.

Kemudian mitoni. Tradisi ini diperuntukkan bagi wanita yang mengandung bayi untuk pertama kalinya. Tepatnya di usia kehamilan tujuh bulan, ritual berupa siraman itu digelar. Lalu ada tedhak siten, yakni ritual yang dilaksanakan dalam rangka mempersiapkan seorang anak agar dapat menjalani kehidupan  yang benar dan sukses di masa depan.

READ  What Happens to Your Body at the Top of Mount Everest?

Sedangkan tradisi lainnya adalah wetonan yang mirip dengan tradisi ulang tahun. Hanya saja, wetonan bisa dilaksanakan hingga 10 kali dalam setahun. Wetonan dilaksanakan sesuai dengan penunjukan waktu dalam penanggalan kalender Jawa.

Sekarang masih banyak tradisi Kejawen yang masih dilakukan oleh orang Jawa, selain tentunya dilestarikan secara turun-temurun. Namun terkadang mereka seperti kehilangan makna filosofis dari Kejawen itu sendiri. Sehingga mereka melakukan tradisi Kejawen tapi hanya menganggap tradisi-tradisi itu sebagai kebiasaan masyarakat Jawa.

Oleh karena itu, sebagai generasi penerus bangsa, sudah sepantasnya kita terus melestarikan dan bangga dengan adat istiadat khas Indonesia. Kejawen memang amat lekat dengan adat istiadat orang Jawa. Itulah sebabnya, walau Kejawen telah banyak ditinggalkan, beberapa tradisi yang dalam Kejawen masih melekat di masyarakat hingga kini.