Selain hari baik untuk melangsungkan pernikahan, masyarakat Bali juga mengenal hari buruk yang mesti dijauhi jika hendak melaksanakan upacara pernikahan. Ada beragam hari yang dianggap pantang untuk dipilih untuk melangsungkan pernikahan. Beberapa di antaranya, rangda tiga, was penganten dan uncal balung, panglong, dan ingkel wong.
Makedeng kedengan Ngad
Ada juga Dalam kepercayaan umat Hindu di Bali meyakini adanya pernikahan yang di larang dan berbahaya jika di lakukan biasa di sebut dengan Makedeng kedengan Ngad. Pernikahan sebagai hal yang sangat sakral dan disucikan tentu harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa aturan termasuk apa saja yang harus dihindari bagi umat Hindu.
Umat Hindu dalam upacara pernikahan melalui serangkaian runtutan acara dengan berbagai jenis perangat dan upakara dengan makna tertentu. Ada beberapa jenis pernikahan dalam agama Hindu khususnya di Bali mulai dari Macebur hingga Nyentana. Ada juga pernikahan yang sangat dilarang dan harus dihindari umat Hindu karena dipercaya bisa membawa petaka jika tetap dilaksanakan.
kedengan Ngad adalah hal yang sebaiknya dihindari oleh pasangan pengantin. Nganten makedeng kedengan Ngad adalah istilah yang digunakan saat menikah ada pertukaran antar anggota keluarga (2 keluarga yang menikah).
Misalnya ada keluarga A dan B yang akan menikah. Keluarga A memiliki anak laki-laki dan menikahi anak perempuan dari keluarga B. keluarga B juga memiliki anak laki-laki dan mengambil istri dari keluarga A, sehingga seolah-olah dalam hal ini ada “pertukaran”.
Hal ini dianggap sebagai sistem barter atau pertukaran. Meski terlihat biasa, namun pernikahan ini sangat dilarang dan dihindari. Umumnya perkawinan ini terjadi antara satu keluarga yang mempunyai anak laki-laki dan anak perempuan yang saling dinikahkan dengan anak perempuan dan laki-laki dari keluarga lain.
Misalkan, keluarga A menikahkan putranya dengan putri dari keluarga B. Beberapa tahun kemudian Keluarga A juga menikahkan putrinya dengan putra keluarga B. Dalam perkawinan ini, terjadi pertukaran atau saling Tarik-menarik (makedeng-kedengan) anak perempuan antara kedua keluarga pertama dengan keluarga kedua.
Rangda
Rangda tiga merupakan wuku tertentu yang dianggap buruk untuk melangsungkan pernikahan. Wuku-wuku itu yakni Wariga, Warigadean, Pujut, Pahang, Menail dan Prangbakat. Ada keyakinan, jika menikah pada saat rangda tiga, perkawinan bisa berakhir dengan perceraian. Rangda itu artinya ‘janda’ (bisa juga duda). Rangda tiga artinya tiga kali menjadi janda atau duda, artinya pernikahan akan selalu gagal.
Sementara was penganten yakni hari-hari tertentu seperti Minggu Kliwon dan Jumat Pon wuku Tolu, Minggu Wage dan Sabtu Kliwon wuku Dungulan, Minggu Umanis dan Sabtu Pahing wuku Menail serta Minggu Pon dan Sabtu Wage wuku Dukut. Hari-hari ini juga dianggap kurang baik untuk melangsungkan pernikahan.
Nguncal Balung
Yang paling dikenal sebagai hari pantangan melangsungkan pernikahan yakni Nguncal Balung. Nguncal Balung yakni hari sepanjang 35 hari, sejak Buda Pon Sungsang atau sehari sebelum Sugihan Jawa atau seminggu sebelum Galungan hingga Buda Kliwon Wuku Pahang yang juga kerap disebut sebagai Buda Kliwon Pegat Wakan. Kala itu, umat Hindu biasanya dipantangkan untuk melaksanakan upacara-upacara besar, utamanya yang bersifat ngewangun seperti ngaben dan pernikahan.
Panglong
Masih ada juga hari pantangan untuk melangsungkan pernikahan yakni panglong. Panglong yakni hari sesudah bulan purnama. Hari yang dianggap baik untuk melangsungkan pernikahan yakni pada penanggal yakni hari sesudah tilem (bulan mati).
Ingkel wong
Selain dari sudut wuku dan hari, pantangan untuk melaksanakan pernikahan juga berdasarkan ingkel. Jika suatu hari berada dalam ingkel wong, hari itu juga dianggap tidak baik untuk melaksanakan pernikahan. Ingkel wong artinya hari-hari naas bagi manusia. Karenanya, saat itu tidak baik melaksanakan kegiatan atau upacara yang berkaitan dengan manusia termasuk pernikahan
Tradisi padewasan
Tradisi padewasan di Bali tidaklah kaku benar. Tradisi padewasan bisa diberlakukan secara luwes, sesuai dengan kepentingan yang lebih besar. Jika ditunggu padewasan yang paling baik, anak yang lahir dari perempuan itu bisa dikategorikan sebagai anak bebinjat (anak haram). Karena itu, dibijaksanai untuk memilih hari yang dianggap kurang baik untuk upacara pernikahan dengan menyertakan caru pemarisudha mala dewasa. Caru pemarisudha mala dewasa itu dilaksanakan pada pagi hari sebelum matahari terbit dan banten caru itu, setelah selesai di-lebar di lebuh (depan rumah).
Maksudnya, saat para tamu yang datang sebagai manusa saksi sudah dimaklumi bahwa hari buruk pada pelaksanaan upacara itu sudah diharmonikan dengan caru pemarisuda mala dewasa. Dengan begitu, aura buruk yang dibawa orang-orang yang datang karena pilihan hari yang buruk bisa dinetralisir karena orang-orang itu, khususnya yang mengerti sudah tahu adanya caru pemarisudha mala dewasa.