Hari Purnama dan Tilem memiliki makna penting bagi umat Hindu dan menjadi salah satu hari suci. Umat Hindu di Bali memiliki sejumlah hari raya keagamaan yang dilakukan rutin dalam waktu yang sudah ditentukan sesuai dengan kalender Bali yang berdasarkan pawukon (wuku) yang datangnya setiap 6 bulan sekali ataupun berdasarkan kalender Isaka yang berdasarkan datangnya Sasih (bulan) yang datangnya setiap 1 tahun sekali.
Adapaun perayaan agama Hindu atau hari suci yang datangnya setiap bulan (30 atau 29 hari) sekali adalah hari Purnama dan Tilem, pada saat tersebut dirayakan oleh umat Hindu untuk memuja dan memohon berkah dan karunia kepada sang Hyang Surya dan Sang Hyang Chandra.
Dalam agama Hindu di Bali sejumlah hari suci dirayakan oleh umat dengan tujuan, arti dan makna tertentu. Lalu apa makna dari hari Purnama dan Tilem tersebut, kenapa umat harus melakukan persembahan kepada Ida Sang Hyang Widi, maka untuk itu dalam halaman ini diulas sedikit tentang arti dan makna perayaan tersebut.
Purnama atau saat bulan penuh (Sukla Paksa) tersebut dirayakan untuk memuja Ida Sang Hyang Widi dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Candra dan Sang Hyang Ketu sebagai dewa kecemerlangan dan untuk memohon cahaya suci, kesempurnaan, berkah dan karunia.
Biasanya pada hari suci Purnama ini umat Hindu menghaturkan sesajian canang dan daksina pada setiap pelinggih, walaupun tidak kewajiban khusus saat hari suci ini tetapi merupakan kewajiban rohani umat untuk melakukan persembahan tersebut, apalagi mereka para penekun rohani.
Sedangkan pada hari suci Tilem atau saat bulan mati (Krsna Paksa) ketika langit gelap semalaman tanpa sinar bulan, ditinjau dari sisi astronomi posisi bulan berada diantara bumi dan matahari, sehingga malamnya langit gelap gulita.
Pada saat Tilem inilah dirayakan umat untuk memuja Sang Hyang Surya, karena pada saat tersebutlah diyakini Hyang Surya beryoga semadi, pada saat tersebut merupakan waktu yang tepat untuk melakukan penyucian diri, melebur segala kotoran (mala) yang terdapat pada diri manusia.
Umat Hindu sangat meyakini kesucian hari Purnama dan Tilem ini. Untuk piodalan ataupun pujawali sebuah pura, beberapa diantaranya menggunakan perhitungan hari suci berdasarkan datangnya Purnama dan Tilem dengan datangnya Sasih (bulan) dan tentunya datangnya setahun sekali.
Beberapa pura yang Kahyangan jagat yang melakukan piodalan berdasarkan datangnya hari Purnama dan Sasih adalah Pura Tirta Empul Tampaksiring, Pura Pucak Mangu, Pura Lempuyang Madia, Pura Pulaki, Pura Penerajon dan Padma Tiga Penataran Agung Besakih bertepatan dengan Purnama Kapat, serta sejumlah pura lainnya.
Sedangkan upacara agama Hindu yang datangnya berdasarkan datangnya hari Tilem dan Sasih adalah upacara Eka Dasa Rudra (dirayakan 100 tahun sekali) saat Tilem Kasanga, Panca Wali Krama (10 tahun sekali) dirayakan pada panglong ping 15 (tilem) sasih Kesanga.
Sedangkan hari suci agama Hindu yang berhubungan dengan Tilem adalah Siwaratri yang dirayakan setiap purwaning Tilem Kepitu dan Tawur Kesangan yang dirayakan bertepatan dengan Tilem Kesanga dan esok harinya adalah hari raya Nyepi, yang juga merupakan datangnya bulan baru pada penanggalan kalender Isaka.
Kedua hari suci Tilem dan Kesanga tersebut tentunya berkaitan erat dan tidak terpisahkan, melalui siklus datangnya Purnama Tilem tersebut mengajarkan manusia tentang adanya sisi gelap dan terang pada kehidupan yang datang silih berganti mengelilingi kehidupan manusia, dan memahami karena setiap ada gelap pastilah ada terang.
Sehingga di saat manusia merasa senang janganlah terlalu larut dengan kesenangan tersebut, begitu juga saat manusia berada dalam keterpurukan janganlah terlalu bersedih dan harus bangkit karena pasti ada jalan terang menunggu di depan. Ini adalah konsep Rwa Bhine yang diyakini di Bali, yakni 2 hal yang berbeda, selalu terjadi dan tidak bisa dihindarkan dalam kehidupan di dunia fana.
Umat Hindu sangat Bali meyakini kesucian Purnama Tilem ini, apalagi saat purnama sering dikatakan hari baik (dewasa ayu) ketika datangnya bertepatan dengan pelaksanaan piodalan ataupun perayaan upacara agama tertentu, seperti pada saat Galungan jika bertepatan dengan datangnya bulan Purnama maka dikatakan Galungan Nadi.
Namun demikian tidak setiap datangnya Purnama tersebut dikatakan dewasa ayu ini akan tergantung pertemuan hari purnama dengan perhitungan wariga, seperti saat Kajeng Kliwon di hari Sabtu bertepatan dengan Purnama maka hari tersebut disebut Hari Berek Tawukan, pada saat tersebut dilarang menggelar upacara apapun, bahkan sang wiku tidak boleh melaksanakan puja mantra pada saat tersebut.
Begitu banyak perayaan di pulau Dewata Bali yang berhubungan kegiatan keagamaan, baik itu perayaan kecil maupun besar yang disesuaikan oleh individu dan setiap kelompok, sehingga diharapkan kehidupan manusia dengan alam, sesama manusia dan hubungan kerohanian dengan Ida Sang Hyang Widi Wasa menjadi harmonis, dan tercipta kedamaian lahir dan bathin.