Sejak dulu kepercayaan orang jawa dengan malam satu suro adalah malam yang sakral dan penuh aurah mistis dan di percayai oleh sebagian orang, malam satu suro ini merupakan lebaranya mahkluk gaib. Kisah ini kerap terdengar di telinga sebagian masyarakat pada masa lalu mempercayai jika malam satu suro banyak makluk halus yang berkeliaran. Entah dari mana mitos ini berawal yang jelas masih banyak yang percaya hingga kini.
Banyak juga yang percaya bahwa malam satu suro merupakan malam paling buruk dalam satu tahun, karena menganggap malam membawa kesialan dan bencana yang akan menimpa umat manusia. Malam ini di hindari orang-orang jawa melakukan pesta nikahan maupun hajatan lainnya. Disisi lain masyarakat kejawen meyakini bahwa musibah dan bencana dapat di tolak dengan cara melakukan ritual tertentu. Karena itulah kemudian di kenal beberapa tradisi malam satu suro seperti ruwatan untuk buang sial.
Sebagian masyarakat jawa pada masa lalu lebih sakral lagi dalam menanggapi datangnya pergantian tahun Hijriyah. Banyak diantara mereka yang meyakini, bahwa di malam satu suro, arwah leluhur yang telah meninggal dunia akan kembali dan mendatangi keluarganya di rumah. Bukan hanya itu saja, bahkan beberapa orang menambahkan peristiwa lebih seram lagi dimana mereka meyakini jika pada malam satu suro arwah dari orang-orang yang menjadi tumbal pesugihan akan dilepaskan dan diberi kebebasan pada malam tersebut sebagai hadiah pengabdiannya selama setahun penuh.
Bulan Muharram Termasuk Bulan Haram
Dalam agama ini, bulan Muharram (dikenal oleh orang Jawa dengan bulan suro), merupakan salah satu di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram. Lihatlah firman Allah Ta’ala berikut (yang artinya), “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)
Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi.
Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari)
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, “Dinamakan bulan haram karena dua makna. Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian. Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut.
Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauziy, tafsir surat At Taubah ayat 36, 3/173, Mawqi’ At Tafasir)
Adalah hal yang aneh jika mengaitkan bulan Haram dengan bulan yang sial, hanya orang yang tak beragama Islam yang menganggap bulan suro penuh sial karena dalam Islam sendiri, Muharram termasuk salah satu bulan yang dimuliakan.
Sedangkan terkait masalah kembalinya arwah ke rumahnya di dunia, silahkan Anda baca ulasannya di : Tiap Malam Ini, Arwah Orang Mukmin Akan Pulang Ke Rumahnya
Bulan Muharram adalah Syahrullah (Bulan Allah)
Suri tauladan dan panutan kita, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim)
Al Hafizh Abul Fadhl Al ’Iroqiy mengatakan dalam Syarh Tirmidzi,
“Apa hikmah bulan Muharram disebut dengan syahrullah (bulan Allah), padahal semua bulan adalah milik Allah?” Beliau rahimahullah menjawab,
“Disebut demikian karena di bulan Muharram ini diharamkan pembunuhan.
Juga bulan Muharram adalah bulan pertama dalam setahun. Bulan ini disandarkan pada Allah (sehingga disebut syahrullah atau bulan Allah, pen) untuk menunjukkan istimewanya bulan ini.
Dan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sendiri tidak pernah menyandarkan bulan lain pada Allah Ta’ala kecuali bulan Allah (yaitu Muharram) (Syarh Suyuthi li Sunan An Nasa’i, Abul Fadhl As Suyuthi, 3/206, Al Maktab Al Mathbu’at Al Islami, cetakan kedua, tahun 1406 H)
Jelaslah bahwa bulan Muharram adalah bulan yang sangat utama dan dimuliakan dalam ajaran Islam. Namun tidak demikian dengan anggapan kebanyakan orang awam. Mereka menganggap Bulan suro adalah bulan penuh musibah, sarat bencana, penuh sial, bulan keramat dan sangat sacral Itulah berbagai tanggapan terkait bulan suro atau bulan Muharram.
Sehingga kita akan melihat berbagai ritual untuk menghindari kesialan, bencana, musibah dilakukan oleh mereka. Di antaranya adalah acara ruwatan, yang berarti pembersihan. Mereka yang diruwat diyakini akan terbebas dari sukerta atau kekotoran.
Ada beberapa kriteria bagi mereka yang harus diruwat, antara lain ontang-anting (putra/putri tunggal), kedono-kedini (sepasang putra-putri), sendang kapit pancuran (satu putra diapit dua putri). Mereka yang lahir seperti ini menjadi mangsa empuk Bhatara Kala, simbol kejahatan. Karena kesialan bulan Suro ini pula, sampai-sampai sebagian orang tua menasehati anaknya untuk mengurangi aktivitas di luar rumah.