Tari Rejang adalah tarian tradisional masyrakat Bali untuk menyambut kedatangan para dewa dari khayangan yang turun ke bumi. Selain sebagai salah satu warisan budaya, tarian ini juga dipercaya memiliki nilai-nilai penting di dalamnya, khususnya makna spiritual, sehingga juga dipercaya sebagai tarian suci .
Sejarah Tari Rejang
Menurut beberapa sumber sejarah yang ada, Tari Rejang diperkirakan sudah ada sejak zaman pra-Hindu. Tarian ini dipercaya dilakukan sebagai persembahan suci untuk menyambut kedatangan para dewa yang turun ke Bumi. Di kalangan masyarakat Hindu Bali, Tari Rejang ini selalu ditampilkan pada berbagai upacara adat dan keagamaan yang diselenggarakan di pura seperti upacara Odalan. Selain itu di beberapa tempat di Bali, tarian ini juga ditampilkan setiap adanya upacara di Bali, sebagai bagian dari upacara peringatan tertentu di lingkungan desa mereka.
Permulaan dari tarian etnik ini adalah adanya keinginan masyarakat Bali untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Dewa Dewi ke dalam persembahan tarian. Maka dengannya munculah jenis tarian Rejang yang dari gerakan dan propertinya miliki nilai filosofis kehidupan. Khususnya pada tarian Rejang Renteng, yang dipercaya paling terkenal dibandingkan dengan varian yang lainnya.
Jenis tarian ini sendiri sebenarnya merupakan hasil pemampatan dari tiga jenis tarian yang ada di Bali yakni Rejang Dewa, Pendet, dan juga Renteng. Perpaduan ini sangat unik karena memakai unsur-unsur yang begitu lekat dengan masyarakat Bali. Maka tidak mengherankan bila setelah kemunculannya begitu mudah menyebar, baik bagi masyarakat di kecamatan Nusa Penida sebagai titik awalnya, maupun daerah lain sekitarnya.
Properti khas memiliki fungsi Tari Rejang Dewa
Seperti yang diungkapkan di atas, Tari Rejang ini merupakan tarian persembahan suci dalam menyambut kedatangan para dewa yang datang dari khayangan dan turun ke Bumi. Tarian ini berfungsi sebagai ungkapan rasa syukur dan penghormatan mereka kepada dewa atas berkenannya turun ke Bumi. Selayaknya pada kelaziman tarian etnik yang berkembang di tanah air, tarian Rejang juga mempunyai properti khas yang masing-masing punya makna filosofisnya. Yaitu yang terdiri atas sejumlah komponen di bawah ini:
-
Baju Lengan Panjang Berwarna Putih
Warna putih yang dikenakan pada pakaian penari ini menjadi perlambang kesucian. Artinya seorang penari Rejang senantiasa menjaga tubuhnya yang sakral. Sehingga dengannya harus selalu dijaga dan dirawat dengan bersih, suci, serta penuh dengan nilai keindahan.
-
Selendang Polos Berwarna Kuning
Selendang berwarna kuning yang tidak memiliki motif alias polosan ini akan dikenakan untuk mengikat bagian perut penari.
Maknanya seorang penari Rejang mengawal tumbuhnya kebaikan di pusatnya. Selain itu juga mengikat adanya kejahatan serta emosi yang ada pada diri masing-masing penarinya.
-
Cepuk Tenun dengan Warna Kuning
Pada kehidupan masyarakat tradisional, khususnya yang ada di Bali, seni tidak hanya menempati fungsi keindahan saja. Namun juga kerap bersinggungan dengan hal-hal di luarnya, seperti sebagai media penolak bala.
Dalam hal ini pada tarian Rejang terdapat cepuk tenun yang memegang peranan penolak bala tersebut, untuk menghindarkan masyarakat dari adanya mara bahaya.
-
Sasakan Tanpa Motif
Selain kesucian badan, masyarakat bali juga menjunjung tinggi adanya kesucian sedari pikiran. Hal ini pada tarian Rejang diwujudkan dengan adanya properti berupa sasakan polos. Properti ini mengandung maknawiah berupa kebersihan pikiran, ketulusan, dan kebaktian pada sang Pencipta alam.
-
Bunga Jepun
Bunga kerap diidentikan sebagai sesuatu yang mempunyai makna keindahan dan keharuman budi seseorang. Termasuk pada jenis tarian Rejang ini yang pada pementasannya memakai bunga jepun sebagai pelengkap properti. Bunga ini memegang peranan sebagai perlambang bahwa masyarakat memegang prinsip kesederhanaan, keluguan, serta keharuman budhi.
-
Subeng
Pada bahasa masyarakat di Bali, properti satu ini dapat diartikan sebagai perhiasan giwang atau anting. Maknanya berkenaan dengan fungsi organ telinga sebagai alat untuk mendengar. Artinya dalam kehidupan keseharian, pendengaran tersebut harus dijaga dengan mendengarkan hal yang baik, suci, dan indah saja. Selain juga bersikap abai pada hal-hal yang kotor.
-
Sanggul Pusung Tagel
Keberadaan properti pada tarian Rejang tidak hanya mengandung makna filosofis terkait bagaimana masyarakat bersikap dalam hidup saja. Namun juga ada yang mengandung makna penunjuk status sosial. Seperti properti terakhir ini yang menjadi simbolis bahwa penari yang memeragakan telah berstatus menikah.
Keunikan tari Rejang
Sebagai sebuah tarian yang etnik, tari Rejang mempunyai keunikan dibandingkan dengan jenis tarian tradisional yang berasal dari daerah yang lain. Khususnya berkenaan dengan hal-hal mendasar yang disebutkan dibawah ini:
- Tarian rejang menggunakan properti khas bali yang sangat intim dan unik, serta memiliki keindahan di dalamnya. Selain itu masing-masing properti mempunyai nilai filosofis yang erat dengan nilai-nilai yang tertanam di dalam masyarakat.
- Setiap pola gerakan yang ada pada tarian Rejang memiliki pakem tersendiri yang khas. Mulai dari memendet, rejang, hingga memande yang membuatnya terasa otentik.
- Keberadaannya yang telah lama di pulau Dewata menjadikan jenis tarian ini mempunyai nilai sejarah yang tinggi. Khususnya berkenaan dengan perkembangan seni tari pada masyarakat Hindu Bali, terutama berkenaan dengan ritual pemujaan kepada Dewa Dewi.
Fungsi utama
Berikutnya, penting untuk dipahami bahwa setiap tarian yang diciptakan dengan latar budaya yang kuat pasti mempunyai fungsional dalam pertunjukkannya. Selayaknya tarian Rejang yang setidaknya punya dua fungsi utama, yakni:
-
Wali
Fungsi tarian Rejang pertama ini berkenaan dengan aspek religi yang diyakini oleh masyarakat Hindu Bali. Dalam hal ini biasanya menempatkan tarian ini sebagai sesuatu yang sakral dan suci. Maka tidak mengherankan bila kerap ditemukan pada acara piodalan yang diselenggarakan di tempat khusus selayaknya Pura Dalem Ped. Apalagi pada upacara Dewa Yadnya, yang dipercayai oleh segenap pemeluknya.
Hal ini bila ditelaah secara lebih lanjut menggambarkan terkait bagaimana masyarakat Bali masih memegang teguh keyakinan di tengah segala kemodernan. Khususnya berkenaan dengan hubungan antara manusia dengan penciptanya. Sehingga diharapkan tercipta suatu hubungan yang harmonis di antara kedua unsurNya.
-
Manusa Yadnya
Apabila pada fungsi yang sebelumnya, tarian menekankan pada pola hubungan antara manusia dan penciptanya, maka berbeda pada fungsi kedua. Di mana Manusa Yadnya memiliki artian hubungan antara manusia dengan pelbagai elemen yang ada di sekitarnya.
Dengan kata lain berkenaan dengan pola sosial bermasyarakat yang seharusnya diterapkan oleh segenap masyarakat yang tinggal di Bali. Lebih spesifiknya, tarian Rejang dapat diartikan sebagai sebuah instrument yang menggambarkan persembahan yang sifatnya tulus dari hati, disucikan, ikhlas dengan tujuan pemeliharaan, pendidikan serta pembersihan diri secara spiritual. Ini menempatkan masyarakat untuk selalu melestarikan ngayah, di manapun berada. Terutama pada acara pekan budaya, festival, atau jenis perayaan seni yang lainnya.
Secara tidak langsung hal tersebut juga menjadi bukti yang konkret bahwa masyarakat Bali sangat rukun dan menghormati satu sama lain. Sehingga memungkinkan wisatawan untuk tertarik dan datang karena merasa Bali sebagai sebuah destinasi yang indah dan nyaman. Tentu ini juga menjadikan tarian ini sebagai sebuah alat untuk mengembangkan Bali dari sisi ekonomi.
Pasalnya, tarian ini tidak hanya menampilkan estetika gerakan dan ritmisnya iringan saja, namun juga mencerminkan nilai-nilai yang luar biasa. Khususnya tentang keteguhan masyarakat bali dalam memegang nilai agama. Sehingga dengannya, maka sangat penting untuk tetap dikembangkan ke depannya.