Desa Trunyan menjadi sebuah desa wisata yang mempunyai tradisi unik di Bali. Tradisi tersebut ialah pemakaman yang dilakukan dengan tidak mengubur mayat. Sebagai gantinya, jenazah-jenazah tersebut hanya diletakkan secara berjajar di bawah pohon ajaib, pohon tersebut bernama Taru Menyan. Walaupun tidak adanya proses penguburan, wisatawan yang berkunjung ke Desa Trunyan sama sekali tidak terganggu sedikitpun dengan bau busuk yang dikeluarkan oleh mayat-mayat tersebut. Dengan inilah pohon Taru Menyan disebut sebagai pohon ajaib. Pohon ini dapat menghilangkan bau busuk yang dikeluarkan dari mayat-mayat yang diletakkan di sana.
Taru Menyan ialah nama pohon besar yang dijadikan asal nama desa di Bali yaitu Desa Trunyan. Desa Trunyan adalah sebuah desa yang terletak di sisi timur Danau Batur, Kabupaten Bangil, Bali. Masyarakat di desa tersebut mempunyai tradisi tersendiri dalam memperlakukan keluarganya yang telah meninggal. Upacara kematian yang sangat unik itu disebut oleh masyarakat setempat dengan nama mepasah(Mahardika, 2016).
Pohon Taru Menyan yang berada di Desa Trunyan ini memang sudah dikenal sebagai pohon yang memiliki kesan misterius. Masyarakat pada umumnya tidak ada yang tahu kapan pohon ini berdiri di desa tersebut. Namun, tidak banyak dari masyarakat yang mengungkapkan bahwa pohon tersebut telah berusia ratusan tahun. Adapun masyarakat yang menyebutkan bahwa pohon misterius tersebut sudah berusia 1.000 tahun.
Upacara mepasah ini dipercayai sebagai upacara yang mempunyai makna yang sama dengan upacara ngaben pada umumnya di Bali. Tradisi tersebut mempunyai kisah misteri penuh mitos di balik kuburan Desa Trunyan. Orang-orang yang telah meninggal di Trunyan akan diletakkan di kuburan Trunyan dengan tidak dilakukannya proses kremasi ataupun penguburan. Mayat-mayat yang diletakkan di kuburan Trunyan hanya dibiarkan begitu saja di atas tanah dan hanya diberikan penutup berupa anyaman bambu yang berbentuk segitiga sama kaki dan anyaman kayu.
Sebaran Pohon Taru Menyan
Bali adalah satu dari provinsi yang ada di Indonesia dengan berbagai banyak keunikan dibandingkan dengan provinsi-provinsi yang lain, karena mempunyai kelebihan yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada ihwal sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Sejarah juga mencatat bahwasanya Bali merupakan satu-satunya provinsi yang paling otonom sebelum terjadinya kemerdekaan. Dalam kehidupan kesehariannya juga, perilaku masyarakat Bali didasarkan pada nilai-nilai yang terkandung di agama Hindu dan falsafah Tri Hita Karana (Upayogi, 2019). Keunikan lainnya adalah keberadaan pohon Taru Menyan yang hanya ada di Bali. Dengan segala keajaiban yang dihasilkan oleh pohon tersebut, persebarannya sangat terbatas, bahkan hampir tidak bisa adanya keberadaan pohon Taru Menyan di luar Bali.
Kemampuan Pohon Taru Menyan yang unik inilah menarik banyak orang yang mempunyai ketertarikan untuk menanam Taru Menyan di tempat lain. Namun, upaya penanaman pohon Taru Menyan yang sudah dilakukan terbilang sia-sia. Berbagai macam cara yang sudah dilakukan untuk bisa menanam pohon ajaib ini di tempat lain, tidak ada yang berhasil dalam menumbuhkan pohon ajaib ini di tempat lain. Dengan adanya hal itu, masyarakat Bali menganggap Desa Trunyan sebagai area yang sakral nan ajaib. Kesan yang mengerikan pasti muncul dibenak siapa saja yang berkunjung ke area pemakaman tersebut. Tetapi, kesan itu tidak dirasakan jika kalian datang ke area pemakaman yang berada di Desa Trunyan. Masyarakat yang ada di Desa Trunyan sudah menganggap bahwasanya kawan ini terjaga kebersihannya, baik dari segi lahiriyah maupun batiniah.
Keunikan dan Manfaat Pohon Taru Menyan
Pohon Taru Menyan yang disebut-sebut berusia ratusan tahun dan dipercaya oleh masyarakat setempat dapat menyerap berbagai macam hawa negatif yang berada di sekitar area itu. Pohon yang besar dengan sulur yang tersebar ke berbagai macam arah membuatnya terlihat begitu unik sekaligus misterius. Adanya keberadaan tulang belulang dan tengkorak yang ada disekitar area tersebut pun tidak mampu menurunkan sedikitpun daya tarik pohon ajaib ini.
Masyarakat setempat yang berkunjung ke area pemakaman sama sekali tidak merasakan rasa nyaman selama berada di area tersebut. Tulang belulang yang terdapat di area tersebut tidak memunculkan rasa sedih ataupun tidak nyaman. Bahkan, tradisi ini menjadi sebuah kebiasaan yang dilakukan secara turun-menurun yang terus dijaga dan dilakukan oleh masyarakat Desa Trunyan. Di lain sisi, kebiasaan menguburkan mayat yang ada di Desa Trunyan ini mempunyai daya tarik wisata yang unik oleh wisatawan..
Budaya yang unik di Desa Trunyan yaitu bernama tradisi mapasah dan mempunyai dua acara dalam memakamkan mayat-mayat tersebut. Dilansir dari penelitian etnografis dari Danandjaja, metode pertama mempunyai nama kubur angin, yang mana mayat disimpan diatas tanah dengan udara terbuka. Kemudian, cara yang kedua ialah masyarakat setempat menyebutnya sebagai tradisi Kubur Tanah. Hal yang unik selain cara pemakamannya ialah mayat-mayat yang dimakamkan dengan menggunakan tradisi kubur angin sama sekali tidak mengeluarkan bau. Dengan melakukan tradisi kubur angin, mayat-mayat tersebut akan diletakkan di sekitaran pohon, sehingga pohon Taru Menyan akan menetralkan gas yang keluar dari mayat.
Melihat dari kondisi yang terjadi di Desa Trunyan, terdapat tiga faktor eksternal yang dapat mendefinisikan mengapa tidak adanya bau busuk yang tercium ataupun keluar dari mayat-mayat yang diletakkan di bawah pohon Taru Menyan. Faktor-faktor eksternal tersebut ialah suhu atau temperatur, invasi dari serangga atau hewan, dan faktor udara. Suhu di Desa Trunyan ada di rentang 20 C hingga 170 C. Pada rentang suhu dingin tersebut, menyebabkan laju pembusukkan menjadi lambat .
Menurut (Nandy, 2010) dan (Dahlan, 2000) udara yang tetap tidak bisa membantu proses penguapan cairan tubuh serta laju pembusukan. Melihat kondisi pohonnya yang rindang dan lebat membuat daun serta rantingnya menutupi hampir seluruh daerah pemakaman, ditambah pohon-pohon yang disekelilingnya membuat aliran udara tidak cukup bagus. Kondisi yang rindang menjaga suhu udara di bawah pohon tetap dingin meskipun di siang hari.
Keadaan tersebut yang membuat lambatnya laju pembusukan dan penguatan gas dari cairan tubuh sehingga bau busuk mayat-mayat yang ada disana tidak tercium. Serangga-serangga seperti lalat juga tidak ditemukan di area makam. Faktor ketidakadaan serangga dapat memperlambat laju pembusukan, karena pada dasarnya serangga dapat membantu pembusukan dengan merusak kulit luar mayat dan menyebabkan luka yang membuat bakteri bisa masuk lebih cepat.
Sebelum berkunjung ke Desa Trunyan, wisatawan harus melewati sebuah danau yang bernama Danau Batur. Pemandangan yang sangat indah dibalut dengan kemistisan yang ada di luarnya serta adanya kabut-kabut tipis yang menyelimuti mengikuti perjalanan menuju desa tersebut. Pohon Taru Menyan sampai saat ini telah menjadi sebuah icon budaya di Bali, terlepas dari banyaknya mitos yang ada disana, dengan segala keunikan dan kebermanfaatannya banyak wisatawan yang tertarik untuk berkunjung ke Desa Trunyan.