Mengenal Suku Atinggola Melakukan Tradisi Mandi Safar

Suku Atinggola, Lokasi berada dipantai utara Propinsi Gorontalo, merupakan suku yang masuk dalam sub etnis Gorontalo (Hulondalo) dengan bahasa yang mirip dengan bahasa Mongondouw, ciri khasnya adalah pada pengucapan huruf “R” dan “L”, selalu cedal dimana dalam pengucapannya kedua huruf itu sama bunyinya, sedangkan kosa katanya banyak yang mirip bahasa Gorontalo. Sebagai contoh bila mngucapkan Gorontalo menjadi “Hurondaro” dan Atinggola sendiri disebut “Atingora”.

Sejarah kerajaan Atinggola

Sebelum masa penjajahan keadaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut “Pohala’a”. Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala’a, yaitu  Pohala’a Gorontalo, Pohala’a Limboto, Pohala’a Suwawa, Pohala’aAtinggola, dan Pohala’a Atinggola.

Kerajaan Atinggola berdiri tahun 1557 dan ber Asal-usul orang Atinggola, dari cerita mulut ke mulut masyarakat Atinggola, dikatakan berasal dari daerah Ternate-Maluku. Hal lain yang mendukung cerita ini, dilihat dari marga (nama keluarga) “Patilima”, lebih dekat dengan marga orang Ternate atau Maluku.

Pada masa lalu pada masa pendudukan Kolonial Belanda di Ternate, suku Atinggola menghindar dari pasukan Kolonial Belanda, mereka meninggalkan Ternate, menaiki perahu-perahu kecil dan mendarat di ke pulau Lembeh. Tidak merasa cocok di tempat ini, mereka pun melanjutkan perjalanan dan mendarat di pesisir pantai pulau Sulawesi, dan menuju ke arah desa Inobonto. Dalam perjalanan mereka melewati Tuntung, Dalapuli, Buko dan Tontulouw yang terletak di Sulawesi Utara. Mereka berhenti di Muara Sungai Andagile (Andagire), yang konon sungai ini berhulu di gunung Tilong Kabila.

READ  Mengapa Arkeolog Tidak Berani Membongkar Makam Kaisar Pertama China

Menurut mitos, di muara sungai ini pernah berdiri sebuah kerajaan Ota Jin, yang dikuasai oleh para Jin, sampai saat ini tempat ini didkenal dengan nama Kota Jin (sebuah batu besar mirip bentuk bangunan istana). Sebelum kehadiran orang Atinggola di daerah ini, telah ada sekelompok penduduk asli yang telah bermukim di wilayah ini, mereka adalah keturunan Minahasa bermarga Mahengke. Di tempat ini mereka hidup berdampingan dengan orang-orang Minahasa ini.

Konon di daerah itu telah di huni oleh orang Minahasa dengan nama keluarga Mahengke, beliau orang yang sakti dan menganut agama Islam, begitu meninggal  beliau dimakamkan di sebelah sungai Monggupo, saat  sungai banjir maka tanah makam itu terangkat hingga saat ini.  Kini  makam beliau nampak lebih tinggi dari tanah sekitarnya dan setiap tahun makam menjadi lebih tinggi dari pada daerah sekitarnya.

Tradisi Mandi Safar

Tradisi Mandi Safar bagi Sebagian masyarakat Indonesia telah ada sejak dahulu, dan diyakini sebagai ritual penolak bala. Ritual yang selalu dinanti oleh masyarakat Indonesia, tanpa terkecuali di Gorontalo Utara khususnya di Kecamatan Atinggola, yang pada tahun ini digelar dengan sangat meriah, dengan harapan dapat menjadi daya tarik bagi para pengunjung yang ikut mandi bersama di sungai Andagile yang berada di Desa Buata Kecamatan Atinggola.

READ  Sejarah Taman Nasional Bunaken dan Surga Bagi Pecinta Diving dan Snorkling

Hal lain yang unik didaerah ini adalah kegiatan Mandi Safar, dimana pada hari Rabu minggu kedua bulan Safar selalu diadakan mandi di pantai Kota Jin yang diakhiri dengan saling siram kepada siapa yang dijumpai, bila saat acara itu sempat singgah di Atinggola mendapat siraman air. Bila dilihat dari jumlah penduduk yang sedikit maka dapat dikatakan sumber daya alam masih mampu  mendukung kelangsungan kehidupan masyarakatnya karena mayoritas adalah  petani walaupun beberapa orang mengikuti kebiasaan orang Gorontalo lainnya yaitu berniaga.

Ritual mandi safar yang dilaksanakan tidak saja mengandung makna secara jasmani, tetapi juga secara rohani. Ritual mandi safar di laksanakan tidak setiap hari, tidak saja mengandung makna secara jasmani, tetapi juga secara rohani. Karena tadi sebelum berdoa, akan mandi dulu untuk membersihkan jasmani ini, yang mungkin sudah penuh dengan dosa dan kesalahan-kesalahan.

Tradisi mandi safar bagi masyarakat setempat dilakukan untuk menolak bala ataupun bencana, dengan melaksanakan doa bersama para tokoh agama, pemangku adat dan juga pejabat pemerintah.