Indonesia memiliki banyak sekali hasil tambang termasuk besi, salah satu daerah penghasil besi terbesar di indonesia adalah Sulawesi. Dari nama saja sudah mewakili daerah penghasil besi, nama sulawsi sendiri berasal dari kata sula dan mesi.
Dalam bahasa lokal Sulawesi Tengah, sula artinya pulau dan mesi yang berarti logam. Penggunaan mesi mungkin merujuk pada praktik pertambangan dan pengolahan bijih besi hasil tambang-tambang di sekitar Danau Matano, dekat Sorowako, Luwu Timur. Dalam bahasa lokal Sulawesi Tengah, sula artinya pulau dan mesi yang berarti logam. Penggunaan mesi mungkin merujuk pada praktik pertambangan dan pengolahan bijih besi hasil tambang-tambang di sekitar Danau Matano, dekat Sorowako, Luwu Timur.
Hal itu dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan para ahli arkeolog di Pulau Ampat, sekitar Danau Matano, Sulawesi Selatan. Di area tersebut para ahli arkeolog menemukan jejak besi kuno yang telah lama hilang pada abad ke-8.
Danau Matano sendiri terletak di Pegunungan Verbek, Sorowako, Luwu Timur yang masuk wilayah Sulawesi Selatan. Dari segi geologis, Matano merupakan danau terdalam di Asia Tenggara. Danau ini juga merupakan bagian dari sistem Danau Malili yang memiliki jalur gempa aktif di Patahan Matano
Dari segi geologis, wilayah Matano merupakan danau terdalam di Asia Tenggara. Ia mempunyai kedalaman hampir 600 meter. Selain itu, Danau Matano memiliki panjang kurang lebih 170 kilometer, yang membentang dari arah barat laut hingga tenggara Pulau Sulawesi. Sementara jika dilihat dari segi arkeologi, kawasan danau ini diyakini sebagai lokasi asli peradaban besi di Asia Tenggara.
Sebagai buktinya, pakar arkeologi telah menemukan jejak perkampungan tambang bijih besi yang diduga tenggelam ke dasar Danau Matano ratusan tahun silam. Hal ini terungkap dalam jurnal penelitian arkeologi yang ditulis dan diunggah di situs riset arkeologi Asia, Elsevier. Judul jurnal peneliti arkeologi itu cukup panjang, yakni ” Pulau Ampat site: A submered 8th century iron production village in Matano Lake, South Sulawesi, Indonesia” .
Para arkeolog telah menemukan ribuan benda-benda arkeologi seperti tembikar, serpih, tulang, arang, logam dan berbagai benda lainnya. Benda-benda tersebut tersebar di kedalaman 3 hingga 15 meter di Danau Matano. Menurut Pusat Penelitian Arkeolog Nasional, pada zaman dahulu terdapat peradaban zaman besi di Danau Matano. Namun dikarenakan gempa melanda, perkampungan ini diduga hilang. Danau ini dulunya terkenal sebagai penghasil bijih besi. Jejak desa pandai besi juga ditemukan di dataran danau. Hal ini terbukti ketika tim peneliti menemukan besi cair di dalam tanah, hingga membuat tanah menjadi keras dan tajam.
Para peneliti beranggapan bahwa penambangan bijih besi dan pengolahan besi di sekitar Danau Matano dimulai sejak awal Masehi hingga abad ke-17. Pada masanya, pandai besi menyalakan api menggunakan batu rijang untuk melebur bijih besi. Penemuan ini terbilang unik karena rijang biasanya ditemukan pada zaman prasejarah.
Banyak sekali barang peninggalan sejarah yang sampai saat ini masih terawetkan seperti tombak, periuk, parang, piring dan peralatan lainnya yang terbuat dari besi dan kuningan. Tak hanya peralatan yang ditemukan, di danau tersebut terdapat gua yang di dalamnya tersimpan banyak tengkorak manusia yang telah berumur ratusan tahun. Gua ini pada masanya difungsikan untuk menaruh orang ketika meninggal.
Riset yang dilakukan peneliti terhadap perkampungan pandai besi yang tenggelam ini merupakan riset arkeologi bawah laut pertama terhadap produksi besi di Asia. (sumber:dream.co.id)