Misteri Pusaran Air Di Sulawesi Yang Berbahaya

Pusaran air atau olakan air adalah putaran air yang tercipta dari pertemuan dua atau lebih arus bawah laut yang disebabkan oleh gelombang pasang surut atau morfologi dasar laut. Pusaran air kecil dapat tercipta ketika menguras bak mandi atau wastafel menggunakan lubang pengurasan di dasar bak. Pusaran air yang lebih kuat dapat ditemui di lautan.

Di selat samudera yang sempit dengan air yang mengalir deras, pusaran air kebanyakan disebabkan oleh arus pasang surut. Banyak kisah yang menceritakan tentang kapal yang tersedot ke pusaran air, meskipun sesungguhnya hanya kapal kecil yang benar-benar berada dalam keadaan bahaya

Pusaran air yang lebih kecil bisa muncul di riam sungai atau di hilir bangunan buatan manusia seperti bendungan dan dam Air terjun besar, seperti air terjun niagaara menghasilkan pusaran air yang kuat.

Tenggelamnya Kapal Motor Teratai Prima O baru-baru ini mengingatkan kita akan hilangnya pesawat Adam Air setahun lalu. Kedua peristiwa itu sama-sama terjadi pada awal tahun, 11 Januari 2009 untuk Teratai Prima 0 dan 1 Januari 2007 untuk Adam Air. Lokasi kejadian sama, perairan Majene, Sulawesi Barat. Oleh kalangan pelaut Bugis-Makassar, lokasi kejadian itu disebut perairan Tanjung Baturoro. Sementara itu, pelaut Mandar menyebutnya sebagai Tanjung Rangas atau Sumarorong.
Sejak dulu perairan tersebut menjadi momok bagi pelaut Bugis-Makassar dan Mandar. Para anak buah kapal Haji Sappe (60) dan kalangan pelayaran lain yang biasa melabuhkan kapal di Pelabuhan Mara’ bombang-Suppa, Kabupaten Pinrang, dan Cappaujung, Kota Parepare (Sulawesi Selatan), sudah hafal tentang ritual apa yang harus dilakukan ketika melintas di sana, khususnya jika dalam perjalanan menuju Kalimantan.

READ  Berkunjung Ke Petilasan Raja Padjajaran Prabu Siliwangi

Untuk menjinakkan gelombang dan pusaran air yang sulit diduga, mereka biasanya melarung baki berisi hidangan ketan dan telur. Ini sebagai persembahan atau semacam ”izin” lewat kepada penguasa laut.

Menurut cerita rakyat yang berkembang, mereka yang tidak melakukan ritual seperti itu tidak jarang mengalami nasib naas. Entah mitos ini benar atau tidak, yang pasti catatan Kompas menunjukkan, cukup banyak kecelakaan laut terjadi di wilayah tersebut. Pada 19 Juli 2007, misalnya, KM Mutiara Indah tenggelam di perairan Majene, sekitar 1,5 mil dari Pantai Tanjung Rangas. Sehari kemudian, 20 Juli 2007, KM Fajar Mas tenggelam sekitar 60 mil dari Pantai Tanjung Rangas. Kedua kapal ini berangkat dari Sangkulirang, Kalimantan Timur, menuju Awerrangnge, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.

Pada 16 Agustus 2007 kapal penangkap ikan Sumber Awal tenggelam di perairan Kelurahan Labuang, Kecamatan Banggae Timur. Hampir setahun kemudian, 8 Juli 2008, giliran kapal pengangkut bahan kebutuhan pokok tenggelam di perairan Tanjung Rangas saat berlayar dari Palu (Sulawesi Tengah) ke Makassar (Sulsel).

Yang mungkin paling dominan adalah faktor meteorologi termasuk di dalamnya faktor cuaca, angin, hujan, awan, kelembaban air dan suhu udara yang mungkin memang merupakan manifestasi dari konfigurasi batuan serta kondisi geologi, oseanografi serta geografi yang sangat unik