Proses Dari Pernikahan Suku Mandailing Terdapat Tradisi Unik Di Dalamnya

Upah Tondi dan Endeng-Endeng merupakan hal yang harus hadir dalam acara pernikahan Suku Mandailing yang berasal dari Sumatra Utara. pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu.

Tradsi Unik Dari Pernikahan Suku Mandailing

Cara orang menyelenggarakan pernikahan sangatlah beragam dan unik, seperti meludahi pengantin di Kenya, memukul kaki pengantin pria di Korea Selatan, dan mencuri pengantin di Roma. Semua itu tak terlepas dari sistem kepercayaan dan budaya masyarakatnya. Hal itu jugalah yang terjadi di Indonesia. Keberagaman dalam acara pernikahan di Indonesia tak terlepas dari fakta bahwa negara kita memiliki 1.340 suku bangsa menurut sensus BPS tahun 2010. Salah satu keunikan dalam acara pernikahan di Indonesia dapat kita lihat pada acara pernikahan yang menggunakan adat Suku Mandailing.

Suku Mandailing sendiri lebih banyak kita temui di bagian utara Pulau Sumatra, namun penyebarannya dapat kita temui di seluruh wilayah Indonesia. Hal yang unik dalam acara pernikahan suku Mandiling ini dikenal dengan nama Endeng-Endeng dan Upah Tondi/Upah-Upah.

Endeng-Endeng.

Secara bahasa Endeng-Endeng berasal dari kata Ende yang artinya lagu. Adapun pelaksanaan Endeng-Endeng ini dengan menari antara pengantin dan pihak keluarga (dahilan na tolu) secara bersama-sama. Bukan cuma itu, ketika menari bersama tersebut dilaksanakan biasanya pihak keluarga akan mengeluarkan sejumlah uang untuk diberikan kepada pengantin dengan cara menjepit uang tersebut di antara jari telunjuk dan jari tengah. Kemudian pengantin sambil terus menari mencoba mendapatkan uang tersebut, namun hal itu tak semudah yang kita bayangkan karena pihak keluarga selalu berusaha agar uang itu sulit didapatkan oleh pengantin dengan cara terus menari bergerak ke berbagai arah. Terdapat dua pilihan dalam melaksanakan Endeng-Endeng ini, yaitu malam hari sebelum hari Upah Tondi dilakukan atau setelahnya.

READ  Misteri Mistis Di Gunung Salak Terkenal Angker

Adapun syair lagu Endeng-Endeng sebagai berikut:  Endeng- niendeng baya Situkkoni dondong, Ahama di konang bayo na lom-lom, Sada ditamba sada inda dibotoho, Tammat tusikola jadi panakko. Yang memilki arti: Endeng-endeng, Apalah yang engkau kenang anak laki-laki yang hitam satu tambah satu kamu tidak tahu, tamat dari sekolah kamu jadi pencuri.

Upah-Upah.

Pada Upah Tondi ini juga tersedia Tepuk Tepung Tawar sebagaimana yang ada di adat Melayu. Di Upah Tondi ini seluruh atau perwakilan pihak keluarga diharuskan untuk memberikan nasihat atau disebut juga dengan Mambaen Hata di dalam bahasa Mandailing. Adapun pihak keluarga tersebut terdiri atas Kahanggi (keluarga kandung dari yang melakukan pernikan), Mora (pihak pemberi istri, dan saudara laki-laki dari ibu yang disebut Tulang), dan Anak Boru (pihak yang memperistrikan anak perempuan). Ketiga pihak keluarga tersebut dikenal juga dengan Dalihan Na Tolu.

Cara dalam melaksanakan pernikahan adat Mandailing sendiri seiring zaman mulai sedikit kita jumpai. Hal ini dikarenakan banyaknya orang-orang yang meninggalkan cara tradisional dan memilih untuk menyelenggarakan pernikahan dengan cara yang lebih modern. Sungguh sangat disayangkan, padahal ini merupakan suatu warisan budaya yang sangat bernilai dan tak dapat dibeli oleh orang lain. Sebagai generasi minenial yang baik mari kita bersama-sama terus melestarikan budaya bangsa.

Proses pernikahan adat Batak Mandailing

Prosesi pernikahan adat Batak Mandailing dimulai dari masa pendekatan antar kedua keluarga mempelai. Proses ini disebut manyapai boru. Seorang pria mandailing yang hendak menikahi kekasihnya akan mendatangi keluarga si perempuan membahas kelanjutan hajatnya. Jika si perempuan beri respon baik, maka berlanjut proses mangaririt boru.

READ  Data & Fakta Seputar Linkin Park, Vokalis Mati Gantung Diri

Mangaririt asal katanya ririt yang artinya pilih. Dalam hal ini memilih pasangan hidup. Sebelum seorang lelaki menguatkan pilihannya, keluarganya harus mencari tahu seluk beluk kehidupan si perempuan. Lebih jauh akan dipastikan apakah si perempuan sudah ada yang melamar. Dan nantinya apakah si perempuan akan menerima pinangan lelaki yang meriritnya.

Jika sudah cocok dalam waktu singkat orang tua sang pria akan menanyakan kesediaan sang wanita. Jawaban si wanita bisa diterima pada prosesi selanjutnya.

Untuk mendapat jawaban dari sang perempuan keluarga pria menyambangi kembali kediaman calon mempelainya. Jika perempuan menerima, akan dibahas waktu yang tepat untuk lamaran. Selain itu perempuan akan menyampaikan apa saja syarat yang mesti disanggupi sang pria. Mulai dari sinamot atau mahar permintaan sang perempuan juga hantaran. Proses ini disebut padamos hata.

Setelah sepakat, lanjut ke proses manulak sere. Pada tahap ini keluarga pria beserta kerabat dekat akan mengantar hantaran atau sere. Berupa silua atau buah tangan dan bantang boban, yaitu barang berharga. Pada proses ini juga dapat digelar ijab kabul pernikahan.

Selanjutnya pengantin perempuan akan dibawa oleh keluarga pihak pria. Untuk melepas kepergian sang anak, keluarga perempuan akan gelar makan bersama. Istilahnya mangalehen mangan pamunan. Tak ketinggalan tarian tor-tor tanda perpisahan pun dimainkan seluruh pihak keluarga. Mulai dari kahanggi, anak boru hingga mora.

Rangkaian prosesi pernikahan adat Batak Mandailing pun berlanjut di kediaman pihak pria. Upacara penyambutan kedatangan pengantin perempuan disebut dengan manjagit boru. Artinya menerima pengantin. Pasangan pengantin berjalan menuju rumah pria diikuti barisan kerabat keduanya. Ada yang sedia memayungi pengantin dan membawa makanan dari rumah mempelai perempuan. Diarak dua orang menampilkan pencak silat memegang tombak sambil diiringi penabuh gondang.

READ  Makam Tujuh Keramat Menjadi Tempat Wisata

Setelah masuk ke rumah mempelai pria dilanjutkan dengan penyampaian nasihat pernikahan dari pihak keluara, tetua hingga tokoh adat. Selanjutnya makan bersama bekal yang dibawa pihak perempuan.

Mata ni horja pun digelar. Suhut, kahangi, mora, anak boru pun raja-raja mandailing manortor sesuai rombongannya. Mata ni horja berarti puncak acara di rumah suhut (orang yang berpesta).

Adapula proses yan dipercaya menghapus sifat kurang baik saat pengantin melajang. Jeruk purut, pandan dan daun wangian lainnya diikat dengan batang pisang, disebut daun silinjuang. Dicelupkan kedalam air lalu dipercikkaan ke atas kepala pengantin. Proses ini dinamai dengan membawa pengantin ke Tapian Raya Bangunan. Dilanjutkan penabalan gelar adat untuk pengantin pria oleh raja-raja.

Sebelumnya saat proses tapian raya bangunan, para raja akan merundingkan gelar apa yang cocok untuk pengantin. Dan apa makna gelar tersebut untuk pengantin. Uniknya lagi, turunan penentuan gelar diperoleh dari kakek dari ayah, bukan dari gelar ayahnya sendiri.

Upacara adat terakhir adalah mangupa. Proses ini pun panjang, memakan waktu hampir tiga jam. Seluruh kerabat dekat akan menyampaikan petuah-petuah pernikahan pada kedua pengantin. Petuah berupa bagaimana membangun keluarga harmonis, upaya menyatukan diri dengan keluarga pasangan, hingga petuah kehidupan keluarga hingga kemudian hari.

Merupakan wujud kegembiraan atas selesainya pernikahan adat yang telah digelar. Diakhir acara mangupa, pasangan pengantin akan menjawab atas arahan-arahan yang telah didengar. Maka kedua mempelai pun sah menjadi sepasang suami istri dimuka adat Batak Mandailing.