Berbagai penjuru nusantara tentunya mempunyai adat yang berbeda. Salah satunya yang terletak di Tana Toraja, Sulawesi Selatan yaitu “Rambu Solo”. Upacara adat yang dilakukan ini memang terkenal dengan jumlah pengeluaran yang cukup besar. Walaupun demikian, upacara adat ini masih tetap berlangsung hingga saat ini.
Upacara adat ini tentunya menjadi keunikan tersendiri. Karena itu banyak wisatawan yang menantikan pelaksanaan Rambu Salo. Pada pelaksanaannya biasa dilakukan antara bulan Juni-Agustus yang umumnya dilakukan selama 7 hari, dan yang paling meriah terdapat di hari terakhir. Prosesi ini dilakukan sesuai dengan Aluk Todolo atau kepercayaan nenek moyang.
Adat Rambu Solo
Dalam tradisi masyarakat Tana Toraja, upacara untuk orang yang telah meninggal menjadi hal yang penting. Upacara adat rambu solo adalah upacara yang menjadi wajib dalam proses pemakaman di Tana Toraja. Tujuan dari upacara rambu solo adalah untuk meghormati arwah atau jiwa seseorang yang telah meninggal dan mengantarkan jenazah ke tempat peristirahatannya.
Masyarakat mempercayai, jika seseorang yang telah meninggal tidak melakukan upacara adat rambu solo maka dianggap belum mendapatkan kesempurnaan. Dan jasad orang yang telah meninggal itu akan tetap dianggap hidup selayaknya manusia yang sedang terbaring lemah dan sakit sehingga hanya bisa tidur saja.
Upacara ini pada dasarnya adalah ritual yang digelar oleh keluarga untuk menghormati arwah leluhur yang telah meninggal. Karena itu, digelarnya dengan semewah mungkin agar arwah leluhur dapat diterima di puya (surga).
Karena itu banyak kerbau dan juga babi yang dikorbankan agar perjalanan arwah tidak terhambat. Mereka memercayai, bahwa jiwa yang telah mati mengendarai kerbau dan babi yang dikorbankan. Oleh sebab itu, hewan terbaik yang dikendarai untuk menuju ke puyo adalah Tedong bungo, kerbau bule khas Toraja.
Prosesi Upacara Rambu Solo
Adapun prosesi upacara rambu solo yaitu:
Persiapan Tongkonan
Ciri utama dari upacara adat Rambu Solo adalah tongkonan yag merupakan rumah adat orang Toraja dan menjadi simbolis dari setiap upacara kebudayaan.
Dalam persiapan tongkonan, akan ada beberapa pria yang membawa benda ini sepanjang jalan menuju pemakaman. Kemudian, diikuti oleh rombongan lain untuk membawa peralatan budaya. Saat proses ini dilakukan, wajib untuk tetap bersikap tenang baik untuk masyarakat lokal maupun wisatawan.
Sesi Pemakaman atau Rante
Setelahnya akan dilakukan prosesi pertama yaitu rante. Dikenal dengan bagian pemakaman, ini adalah pementasan seni. Biasanya pementasan upacara Rambu Solo akan dilakukan di depan tongkonan.
Selanjutnya, dilakukan Ma’Roto yaitu perhiasan keranda atau peti mayat. Warna yang menjadi ciri khasnya yaitu perak keemasan yang mempercantik peti mayat yang telah meninggal dunia.
Pemindahan Mayat
Masyarakat akan melakukan Ma’Popengkalo Alang yang merupakan proses memasukan mayat atau memindahkannya ke dalam sebuah rumah.
Setelahnya akan diadakan parade yang bertujuan untuk membawa mayat ke tempat pemakaman buadaya (Lakkian). Tempat pemakamannya bukan berupa tanah melainkan goa atau rumah kecil. Peti jenazah yang dimasukkan menjadi penanda bahwa roh tidak ada lagi di dunia.
Pertunjukan Seni
Apabila telah selesai semua prosesi dilakukan, tibalah saatnya wisatawan menyaksikan pertunjukan seni yang akan dilakukan.
Terdapat pertunjukan seni yaitu tarian budaya toraja yang umumnya sebagai bentuk hiburan. Pakaian tradisionalnya identik dengan warna hitam keemasan yang khas. Tetapi, terdapat pertunjukkan yang dilakukan dengan tujuan sebagai tanda penghormatan terakhir kepada orang yang telah meninggal dunia.
Sesi Pengorbanan
Upacara Rambu Solo memerlukan pengorbanan terhadap peninggalan tertentu atau hewan. Untuk hewan biasanya yang dikorbankan adalah tedong (kerbau) atau babi. Untuk peninggalan tertentu bisa berupa barang peninggalan atau perhiasan untuk bekal ruh yang akan dipakai di alam gaib. Sebelum jenazah dikuburkan akan dilakukan pemberkatan yang diiringin oleh nyanyian puji-pujian.