Ritual Adat Baliyah Jinja Tradisi Yang Masih Dilestarikan

Upacara adat Baliya Jinja adalah sebuah ritual pengobatan bersifat nonmedis yang sudah dikenal masyarakat Suku Kaili sejak ratusan tahun lalu. Sebelum adanya rumah sakit, upacara ini diandalkan masyarakat untuk mendapatkan petunjuk dari nenek moyang terkait bagaimana melunturkan penyakit-penyakit yang menyerang tubuh. tradisi ini masih dilestarikan. Misalnya siapa anak perempuan yang mau (belajar upacara Baliya) di keluarga. Namun ini sifatnya tidak dipaksa, yang mau saja.

Adapun ritual ini dipimpin oleh seorang dukun atau tetua yang disebut Tina Nu Baliya. Sang dukun biasanya mengenakan seragam yang terdiri dari sarung dan baju ari fuya (sinjulo) berwarna putih dan destar (kudung) berwarna merah.

Proses ritual baliyah

Di dalam Ritual Baliya Jinja Tina Nu Baliya akan duduk mengelilingi si penderita. Sementara itu tiga orang lainnya bertugas meniup seruling, memukul tambur dan gong. Sebisa mungkin alunan musik dimainkan dengan lemah lembut. Lirik nyanyiannya berisikan pujian-pujian yang ditunjukan kepada Maha Besar Tuhan untuk mengembalikan kesehatan dari gangguan setan dan jin. Melalui untaian-untaian lirik inilah penyakit dihalau dengan kata-kata yang sopan dan tidak mencela.

Secara prosesi, ritual Baliya Jinja ini dibagi menjadi dua macam, yakni sesaji yang dilarung ke laut atau dibuang ke gunung. Soal sesaji pun dibedakan menjadi beberapa bagian, ada adat 9 dan adat 7. Angka-angka ini merujuk pada jumlah sesaji yang disiapkan. Ini ada sesaji inang, gambir, tembakau dan beberapa lainnya. Kalau nenek moyang kami dulu kalau pesta kawinan atau pesta adat pasti ada semua ini (sesaji). Ritual Baliya Jinja yang ditampilkan masyarakat Suku Kaili ini menghabiskan waktu berjam-jam lamanya. Di penghujung ritual, sesaji dilarung ke laut pada keesokan harinya untuk membuang penyakit yang mendera si penderita. Ritual-ritual tersebut terdiri atas ritual pompoura atau tala bala’a, ritual adat enje da’a, ritual tampilangi ulujadi, pompoura vunja, ritual manuru viata, ritual adat jinja, balia topoledo, vunja ntana, ritual tampilangi, dan nora binangga.

READ  Keindahan Ranu Regulo Menjadi Tempat Wisata Alam Yang Sempurna

Biaya dari pelaksanaan upacara adat ini ditanggung oleh orang mengadakan hajatan atau orang yang ingin melakukan ritual adat penyembuhan. Tidak hanya menanggung biaya hajat , orang yang bersangkutan juga harus menyediakan biaya atau ongkos lelah bagi para peritual. Ritual penyembuhan ini dimulai dengan pawang yang harus berjenis kelamin laki-laki yang akan mulai beraksi dengan mantra-mantranya, dengan tujuan untuk memanggil arwah penguasa panutannya. Tari Balia ini terus dilakukan hingga orang yang sakit diusung untuk mengikuti prosesi puncak, yaitu penyembelihan kerbau (hewan kurban sesuai dengan kasta sang penyelenggara). Kemudian darah kerbau yang disembelih itu jadikan sebagai simbol kesungguhan harapan atas kesembuhan.

Kebanyakan warga setempat sangat meyakini keefektifan ritual ini, mereka menganggap bahwa ritual ini lebih dari peninggalan budaya yang perlu dijaga agar tidak punah. Akan tetapi tidak sedikit juga dari mereka yang sudah terbiasa hidup dengan gaya hidup modern yang beranggapan bahwa tidak ada pengobatan yang lebih efektif dari pengobatan dari para ahli atau para dokter.